Dari dulu gue suka dan tertarik banget sama dunia akting. Makanya sejak kecil, gue suka banget kalo disuruh main drama. Setiap ada kesempatan,entah itu drama buat Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, maupun drama kecil-kecilan buat acara gereja, gue seneng kalau diminta berakting. Kalo perlu, gue juga yang bikin naskah dramanya. (Ayo siapa yang pernah jadi korban naskah drama gue?ngelirik temen-temen kelas 2 dan 3 SMP gue, serta anak tanggung sekolah minggu jaman baheula haha).
Gara-gara itu pula waktu SMP , gue akhirnya ikutan ekstrakuliler Drama. Sayang banget, semasa gue ikutan ekskul ini, belum ada 1 pertunjukan pun yang berhasil ditampilkan. Biasa, masalah dana dan bentrok sama jadwal lain-lain. Padahal kita udah latihan gitu. Udah pake naskah dengan bahasa yang sangat teater dan simbolis. Udah merencanakan mau kayak gimana pas tampil. Eh,enggak jadi tampil.
Karir drama gue juga agak stuck setelah SMP. Pas menginjak SMA, kegiatan ini enggak tersedia. Lebih miris lagi pas kuliah. Oke,oke, sebenarnya gue bisa aja ikutan UKM teater. Masalahnya kuliah gue ngajak enggak tidur demi PA.Yah, jadi selama SMA hingga sekarang , minat gue dalam bidang akting ini cuma bisa tersalurkan saat ada acara Natal dan Paskah aja. Gue sih seneng-seneng aja. Tapi, kadang-kadang gue kasian sama para jemaat di gereja gue. Pasti mereka rada bosan juga ngeliatin gue jadi pemain drama hampir tiap tahun.
Gimana enggak bosan? Setiap drama di gereja yang gue mainkan, gue selalu kedapatan peran antagonis. Ya jadi kakak yang sok lah, jadi iblis lah, jadi mahasiswa slengean, jadi ibu-ibu galak, jadi ibu-ibu arisan yang manfaatin temen,dan sejenisnya. Itu juga yang bikin gue bingung. Padahal di kehidupan sehari-hari, gue ini (quote dari temen gue,Tika, ya) termasuk orang dengan wajah tertindas kayak tokoh utama sinetron kejar tayang. Hahaha.... Ya sudah lah, daripada enggak berakting sama sekali.
Nah, tahun ini gue kedapetan lagi main drama. Karena pertimbangan sebelumnya, gue berniat untuk menolak permintaan ini. Soalnya pas Natal kemarin udah main, masa pas Paskah main lagi. Tapi, karena katanya udah enggak ada orang yang bisa lagi, ya sudah akhirnya saya mau juga. Enggak enak juga karena panitianya temenan banget sama gue.
Kemarin adalah latihan pertama (hahaha, nekad ya? tinggal seminggu baru latihan).Nah setelah latihan drama dan nontonin lomba paduan suara antar sektor yang kebetulan diadakan setelah kita selesai latihan (by the way , sektor gue menang lho XD), Sendy ngajakin gue dan cici gue ke TIM.
Perjalanan ke TIM ini juga penuh dengan drama dan dilema. Drama, karena cara nyetir Sendy yang luar biasa dan bisa saingan sama supir angkot. Dilema, karena kita enggak tahu mau nonton pertunjukkan terakhir Teater Koma atau nonton film dalam rangka Hari Film Nasional.Namun setelah perundingan panjang, akhirnya kita nonton Teater Koma juga. Hooorrrayy!!!
Okelah, sebenarnya acara nonton dadakan ini rada miris sih.
1)Kami lumayan telat datengnya. Pertunjukkan dimulai jam 19.30. Karena Kelapa Gading macet dan susahnya nyari tempat parkit di TIM, kita baru nyampe di teater jam 20.15
2)Tiket yang ada tempat duduk udah SOLD OUT. Ada calo sih. Tapi dia cuma punya 1 karcis. Akhirnya kami pun memilih untuk membeli secara legal di ticket booth, tapi cuma dapat yang di trap kecil. Katanya si calo sih,kalo di situ entar malah berdiri. Idiih, untung enggak dengerin si Calo. Dapet kok tempat duduk! Di tangga sirkulasi sih......
TAPI biarpun cuma kedapatan duduk di tangga, ternyata enak-enak aja tuh kami menikmati pertunjukkanya. Malah lebih enak di tangga, lagi. Coba duduk di kursi. Gue sih melihat kursinya tuh rada minimal standar kursi pertunjukkan,terus jarak orang duduk sama sirkulasi orang yang mau jalan ke kursi di samping-sampingnya termasuk sempit. Kebayang dong kalo lo lagi asik-asik nonton,terus ada orang numpang jalan buat keluar atau mau balik ke kursi mereka? Enggak nyaman banget! Kalo di posisi kami? Bisa selonjoran! (Catet ya: waktu kami masuk tuh udah gelap dan kami duduk di tangga. Jadi enggak kelihatan,apakah argumentasi gue ini valid apa enggak. Lagian, ini cuma, penghiburan diri gue doang kok. HAHAHA XD)
Pertunjukkan yang kami tonton adalah 'Sie Jin Kwie di Negri Sihir'. Kisah ini merupakan bagian akhir dari trilogi kisah Sie Jin Kwie. Kisah ini juga merupakan kisah tentang putera Sie Jin Kwie yang bernama Sie Teng San. Untuk sinopsis lengkapnya :
Inilah kisah tentang Jenderal Besar SIE JIN KWIE, yang memimpin pasukan Tang berperang ke Barat. Sayang sekali, dalam pertempuran, Siejinkwie terluka parah, nyaris sekarat. Arwahnya sempat melayang ke akhirat. Sebelum dikembalikan ke dunia fana, Siejinkwie diperlihatkan masa depan. Kelak, dia akan menemui ajal di tangan putra sendiri.
Inilah kisah tentang SIE TENG SAN. Setelah mati oleh anak panah ayahnya sendiri, Siejinkwie, dia dihidupkan kembali dan dijadikan murid oleh seorang petapa sakti. Kini, Sietengsan diperintahkan membantu sang ayah keluar dari kepungan musuh.
Inilah kisah tentang HWAN LI HOA. Seorang gadis sakti dan pemberani. Oleh gurunya, dia diramalkan berjodoh dengan Sietengsan. Masalahnya, ayah Hwanlihoa adalah jendral pasukan Seeliang, musuh Kerajaan Tang.
Takdir apa yang menanti para tokoh lakon ini? (teaterkoma.org)
WOW,adalah kata pertama gue selama menonton pertunjukan ini. Berikut adalah hal-hal yang membuat gue demikian terpesona :
- Tentu saja segi lakonnya. WOW,emang beda ya kualitas orang profesional dan orang amatiran (baca: GUE!!haha). Akting mereka tuh benar-benar keren. Segala jenis teori mengenai teknik berakting yang gue dapatkan sewaktu gue masih di ekskul teater hadir di pertunjukkan ini. Emosi para pemainnya dapet banget! Ada satu adegan saat ibunya Sie Ten Sang bersedih karena Sie Ten Sang dipenjara oleh Sie Jin Kwie. Beh! Gue merinding dan hampir nangis.
- Pertunjukannya. Sandiwara ini mengambil bentuk opera cina. Iya, kayak yang biasa kita lihat di film silat Cina jadul: Make up yang super tebal, super putih dengan aksen pink; dan alunan musik opera Cina yang khas banget itu. Oke, ceritanya memang panjaaaaaang banget sih.Untuk pembelaannya, draft naskah aslinya itu berdurasi 8 jam. Yang jadi pertunjukan ini udah dipadat-padatin hingga akhirnya jadi empat jam. Menurut gue sih,enggak ngebosenin. Malah menurut gue keren banget cara mereka menyingkat bagian perang dan cerita-cerita tertentu demi mempersingkat durasi tanpa menghilangkan alur cerita. Mereka memakai cara pewayangan. Dari wayang tavip,wayang kulit cina-jawa, wayang gending, wayang potehi, wayang beber, dan wayang wong. Ada dinamika perpindahan dari satu lokasi ke lokasi lain. Oh iya, wayang yang dipertunjukkan juga berwarna-warni, berbahasa Indonesia, dan dengan cara penceritaan yang seru. Makin terpukaulah gue karena cara memainkan wayangnya sangat seru,enggak kayak wayang kulit biasanya.
- Unsur Humor. Yang satu ini juga menjadi alasan kuat kenapa gue enggak bosan menonton ini. Enggak kayak ketoprak humor atau OVJ yang lucu karena slapstick. Ini benar-benar murni karena sindiran yang pintar dan berisi, percakapan antar tokoh, dan lakonnya sendiri.
Salah satu yang paling memorable adalah saat Si Dalang 'kelupaan' buat menceritakan kenapa tiba-tiba Sie Ten Sang udah memiliki istri kedua. Alhasil, para istri Sie Ten Sang yang sedang berkelahi dengan Hwan Li Hua melipir dulu ke pinggir panggung, lalu si Dalang buru-buru manggil teater wayangnya. Terus pas penceritaan wayangnya 'enggak profesional banget'. Pemain wayangnya 'suka salah' gitu sampai harus ditegur oleh Si Dalang. Masa pas ada tokoh yang harusnya telah sampai di kampung mana gitu di Cina, eh malah sampainya ke Wisma Atlet ANTARA. Terus pas harus 'panah bagaikan mainan anak-anak di tangan Sie Ten Sang' hingga terbunuhlah musuhnya. Eh, musuh yang ditampilkan malah koruptor Indonesia yang lagi kasus banget akhir-akhir ini XD.
Oh iya, lakon para tokoh tertentu tuh lucu banget,kayak Paduka Raja Li Sin Bin yang kadang suka 'melambai';Toui Tho yang juga rada 'melambai' ke Sie Ten Sang dan kocak; Tou Siang Tong yang rada boyish, slengean, tapi kalau di depan Sie Ten Sang rada genit dan malu-malu kucing; juga pamannya Sie Ten Sang yang kocak banget (salah satunya: dia dengan seenaknya setuju menikahkan Sie Ten Sang dengan Tou Siang Tong padahal keponakannya ogah). - Detailnya bikin terpesona banget. Dari mebel sampai ke ukiran-ukirannya, terus tata cahaya, cara mereka menulis hanzi dan romaji yang dibuat kayak hanzi, detail monster-monster gaibnya, duuh~ semuanya keren!
- Kostum mereka. Biarpun kostumnya khas opera Cina, tapi tetap ada unsur Indonesia. KEREN!!!Jadi desainnya Cina, kain tetep BATIK. ;D
Selain ketawa,kita juga diajak mikir dengan adegan-adegan yang ada di kisah ini. Ada satu adegan yang nyindir pemerintahan Indonesia. Tapi yang paling nancep bagi gue adalah adegan Hwan Li Hoa mencoba membujuk ayahnya agar merestui pernikahannya dengan Sie Ten Sang. Ayahnya tentu enggak terima, terutama karena Hwan Li Hoa melakukan semua ini cuma karena 'ramalan' takdir dari gurunya. Ayahnya sampai bilang bahwa manusia itu enggak bisa hanya hidup berdasarkan takdir. Manusia punya hak untuk memilih jalan hidupnya.
Hwan Li Hoa sebenarnya juga bingung. Dia sampai nyanyi ,"Langit bila kau ada, kenapa kau membuatku untuk memilih di antara dua hal yang aku cintai." Tetep aja sih, akhirya Hwan Li Hoa bersikeras memilih menikah dengan Hwan Li Hoa. Si Ayah makin marah dong. Terjadilah pertengkaran dan perkelahian menggunakan pedang yang berakhir Hwan Li Hoa enggak sengaja membunuh ayah dan para kakaknya. Hwan Li Hoa semakin sedih dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ibunya Hwan Li Hoa akhirnya menyuruh Hwan Li Hoa pergi menikahi Sie Ten Sang supaya anak perempuannya enggak penasaran lagi tentang kebenaran ramalan itu. Dan sebaiknya takdir itu benar supaya tidak sia-sia kematian suami dan anak-anak laki-lakinya.
Nah,ini yang bikin nancep dan gue mikir tentang dua hal.
Hal pertama: Duh, Hwan Li Hoa ini kok masih bingung ya? Oke lah kalo masalah keluarganya adalah musuh keluarga dan kerajaannya Sie Ten Sang. Ini masih bisa diakalin. Tapi come on,girl. Jelas-jelas dia ketemu sama KEDUA ISTRInya Sie Ten Sang. Kenapa masih bingung? Kalo gue jadi dia sih, jelas gue akan yakin bahwa ramalan sang guru tentang takdir gue itu salah. Ya elah, cewek mana sih yang mau dijadiin istri ketiga atas kemauannya sendiri?Semua cewek jelas ingin jadi satu-satunya perempuan di dalam hidup sang cowok.
Hal yang kedua adalah tentang takdir. Duh rada jengah gue sama istri-istrinya Sie Ten Sang,terutama Tou Sian Tong sama Hwan Li Hoa. Okelah mereka tuh cewek-cewek pesilat tangguh dan gue bangga akan hal itu. But,please, Darlings. Alasan kalian ingin jadi istrinya Sie Ten Sang tuh enggak banget: karena TAKDIR. Kenapa kalian tuh percaya banget sama takdir? Masih RAMALAN, lagi! Yang bikin sebel lagi, saking percayanya kalian memaksakan kehendak kalian ke orang lain.Arghh~~~
Gue setuju sama bapaknya Hwan Li Hoa. Dalam kehidupan tuh kita enggak bisa menyalahkan 'takdir' atas kemalangan yang kita hadapi. Justru sebenarnya kita punya hak untuk memilih takdir/jalan mana yang akan kita tempuh dalam hidup ini. Saat pilihan itu sudah dipilih, kita akan mendapakankan sesuatu, tapi kita juga akan kehilangan sesuatu di jalan itu. Sebaiknya saat kita sudah mantap dengan satu pilihan, kita harus siap menghadapi apa pun konsekuensinya, termasuk akan kehilangan hal yang paling berharga sekalipun. Karena itu juga, kita harus hati-hati dalam menetapkan pilihan. Apakah hasilnya akan sebanding dengan hal yang kita korbankan. Inget lho, hidup itu bukan Adobe photoshop atau program komputer lainnya, yang tinggal undo atau tekan ctrl+z, kita bisa menunda keputusan kita. There's no turning back once you choose.
Ya,ya,ya,ya. Mungkin ada yang bilang "Hidup memang bukan komputer,but life's also a game'.Enggak usah seserius itu juga kok." Iya sih. Tapi, bahkan kalo kita main board games manapun, kita enggak boleh balik ke posisi yang semula kan?
Hah, mari sudahi 'wisdom of the day' ini. Hahaha.
Pokoknya pertunjukan ini bagus banget! Sayangnya meskipun bagus banget, gue cuma bisa nonton bentar. Iya, cuma bentar, as in cuma dua jam. Kasihan si Sendy maagnya kambuh, jadi kita harus cari makan yang ngenyangin di Gondangdia.
Ini adalah kali pertama gue menonton pertunjukan Teater Koma, tetapi jelas bukan kali terakhir gue menonton pertunjukkan Teater Koma. Pengalaman kali ini sepertinya telah membuat gue dan si Cici akan mengosongkan waktu khusus pertunjukan-pertunjukan teater ke depannya.