Monday, February 20, 2012

My Ridiculous, Romantic Obsessions

 

Saat pertama kali gue melirik buku ini di Gramedia, gue langsung tertarik dengan judul bukunya. Hmmm.. kayak kenal tipe-tipe cewek ini.. *lirik Jeje..

Okay.. I'll admit it.. I bought it because its title was so me. Then, while reading its synopsis, there were some questions asked in my mind which would decide whether I'd bought it or not..   Am I the tall,skinny young woman with silky long hair? Cross that one out.The regular girl? Check. Have a crazy curly hair? Check. Do I have a lil bit of obsession with romantic stories? Double check. Do I imagine my self as a heroine in a romance scene or imagine handsome guys I met as the hero of my love story? Check and check.

See, I totally have to buy this book. haha



THE PLOT (from atria.com)

Ini adalah kisah cewek bertemu cowok. Cowoknya tampan sementara si cewek biasa-biasa saja, dengan rambut ikal yang liar seperti medusa. Ih. Ada kesalahpahaman, tokoh antagonis yang kejam, dan pernyataan cinta yang tepat waktu .... Yah, baiklah, ini memang cerita romantis. Tapi tolong dicatat, tidak ada perempuan berpakaian ketat di pelukan perampok berotot di sampul tipisnya; aku bukan cewek seperti itu.

Aku seorang cewek yang sehari-harinya menjalani kehidupan normal. Dan aku tidak bisa mengerti kenapa Ben—yang setampan dewa Yunani—ingin menjadi temanku. Apakah karena kami berdua bisa bermain gitar dan menyukai es krim dengan rasa yang sama? Atau apakah dia ingin dekat-dekat denganku agar aku bisa membantunya menyelesaikan tugas kuliah? Kuharap tidak, karena aku sama sekali tidak tertarik pada cowok yang memanfaatkan cewek seperti itu. Tidak, terima kasih.

Tapi aku sangat tertarik pada Ben. Dia benar-benar pria terhormat—tokoh jagoan dalam novel romantis sungguhan. (Seperti Mr. Darcy yang terdaftar di kelas sejarah seniku.) Mungkinkah ini nyata? Ataukah obsesi romantisku yang konyol berhasil mengelabuiku—sekali lagi?

MY THOUGHTS 
Basically, this is the typical American teen-lit plot. An ordinary girl with crazy hair and super low self-esteem meets a super handsome guy. The guy acts so nice in front of the girl because he has feelings for her.But, the girl wouldn't dare to think that this guy is actually love her. She even thinks that she's not good enough for this perfect handsome guy.

So let's meet the girl and the boy:

1) Sarah. Yang membuatnya sedikit berbeda dan jadi lucu karena Sarah (tokoh utama novel ini) adalah pencinta berat novel historical-romace. Kita bakal melihat perdebatan batinnya Sarah yang rada terlalu Harlequin. Enggak cuma itu aja, kita juga bisa melihat bagaimana cara Sarah mendeskripsikan Ben dengan lebai dan sangat historical-romance novel banget.Bahkan argumentasinya mengenai wether Ben likes her atau masalah she's not the main character itu berdasarkan apa yang dia dapatkan dari novel-novel yang dibacanya.
Pasti banyak deh yang bisa relate sama tokoh ini, termasuk gue. Gue ngerti kok perasaan Sarah tentang rambutnya. Gue aja dulu saking merasa berambut keriting adalah kutukan, akhirnya mutusin untuk ngelurusin rambut selama bertahun-tahun.Yah,walaupun gue enggak sampai mendeskripsikan cowok yang gue suka sebagai knights in shining armour, gue juga masih suka berharap kalau someday my soulmate will come.

2) Ben, the 'perfect' guy. Hampir setengah buku ini, kita akan disajikan bagaimana sempurnanya Ben di mata Sarah dan bagaimana unyu perlakuan Ben terhadap Sarah. Gimana enggak? Ben yang selalu duluan mengambil inisiatif, such as selalu nelepon, selalu nungguin Sarah keluar kelas, rajin ngapel ke rumah Sarah, dsb. Intinya, he might  not be that perfect (I won't tell you what his imperfection is,xixixi) for real world, but he's definitely the perfect male character in romantic story.

Pesan besar dari buku ini sih masih sama, mau menyemangati semua cewek di luar sana untuk percaya diri and gives a little credit to  themselves. Also, don't let the horrible thing that happen to you in the past gets in your way towards the happy future that awaits you. You're one of a kind. Most importantly,You're deserved to be loved.

Gue pribadi menganggap buku ini agak nyindir, like Jane Austen in her novel Northanger Abbey.
There is such thing as too much reading/watching romantic stories. It makes you stand  in a grey area between reality and fiction. You will picture your life with "if this were in a movie/novels...". Or worse, you will live your life based on romance fiction and a statement "this is possible/impossible to happen! Because in this movie/novels said that...." Those kind of mindsets are not healthy because they  will give you another effects,such as:

1). Prince-charming syndrome.


 When you read/watch too much of romantic stories, you will build a certain image about the man who will come down on his knee and propose you. Bukannya itu jelek sih. Wajar aja kalau kita menginginkan pria baik-baik sebagai pasangan kita. Mulai enggak wajar adalah  saat kita memberi patokan harga mati kalau pria itu enggak sempurna seperti gambaran  hero in romantic story, then he's not the one. I mean, nobody's perfect. Even those guys in romantic novels has flaws,too. Coba aja lihat si Ben di buku ini. Kalau belum cukup,lihat tuh Oom Beno, Harris... eh kok malah nyasar jadi novelnya Ika Natassa? hahaha

Sayangnya, si Ben yang di novel ini (bukan Oom Beno,xixixi) masih too good to be true. Jadinya malah bagian yang nyindir itu jadi enggak terlalu tergali banget.

2) You'll have low self-esteem.

I mean, let's get real. Novel romantis dengan tokoh utama cewek gendut, rambut keriting,pendek, kacamata, jerawatan, itu jarang. Paling banter di teen-lit aja. Bahkan teen-lit Indonesia juga enggak sebanyak itu. Hampir semua cerita novel romantis (remaja dan dewasa) menggambarkan tokoh utama ceweknya dengan fisik: rambut panjang,tubuh mungil atau ramping, tinggi,cantik. Iya sih ada satu aspek dalam hidupnya minta dikasihani. Tapi tetep aja, mereka selalu digambarkan  dengan fisik yang hampir sempurna.  Makanya, mereka bisa membuat tokoh cowoknya jatuh cinta atau yang kayak novel Harlequin suka mendeskripsikan dengan  " membuat sang pria tidak dapat menahan insting primitifnya ketika melihat sang wanita.".
membuat sang pria tidak dapat menahan insting primitifnya ketika melihat sang wanita

Nah hubungannya dengan self-esteem? It makes some of you believe that to have the perfect soulmate or the happy ending, you have to be at least physically BEAUTIFUL. Otherwise, you don't deserve the good things that life have to  you.  Padahal mungkin maksud si pengarang when they meant  'beautiful', they meant the beauty from the inside,too.
"TRUE BEAUTY COMES  FROM WITHIN."


At the end,baca novel romantis sih boleh-boleh aja kalau cuma buat selingan. Pokoknya, jangan sampai dibawa-bawa ke dunia nyata. Ya diseimbangkan saja :)



The Conclusion
This is the typical American teen-lit novel.  Masih tentang cewek yang tidak percaya diri. Masih berpesan bahwa di setiap diri orang pasti memiliki talenta masing-masing dan pantas mendapatkan yang terbaik dalam kehidupannya. Sebagai tambahan, novel ini mungkin mau berpesan : don't make novels as your guide book in your real love life. Those books are called fiction for a reason. It doesn't happen in REAL LIFE, darlings. ;)

Oh iya,alurnya mengalir dengan baik. Bahasa terjemahannya sangat enak untuk dibaca (gaul,tapi masih EYD).

If you're a hopeless romantic and enjoy  Harlequin/historical romantic story, this book is for you. xixixixi

No comments:

Post a Comment